Bandarlampung, (Pikiran Lampung
)--- Presiden Joko Widodo telah menyetujui usulan Gubernur Lampung, Arinal Djunaidi, untuk memberikan gelar pahlawan nasional kepada tokoh pejuang asal Lampung.

Penganugerahan gelar Pahlawan Nasional akan diberikan kepada KH Ahmad Hanafiah, menjadikannya Pahlawan Nasional kedua dari Lampung setelah Raden Inten II.

Keputusan tersebut didasarkan pada Surat Militer Presiden Nomor: R-09/KSN/SM/GT.02.00/11/2023, yang mencantumkan enam calon penerima gelar Pahlawan Nasional tahun 2023, salah satunya berasal dari Lampung.

Sekretaris Daerah Provinsi Lampung, Fahrizal Darminto, menyampaikan bahwa usulan untuk menganugerahkan KH Ahmad Hanafiah sebagai Pahlawan Nasional telah disetujui oleh pemerintah pusat.

"Kami memang sudah menerima kabar dari Kementerian Sosial bahwa usulan pahlawan nasional dari Lampung atas nama KH Ahmad Hanafiah telah disetujui," ujar Fahrizal, Selasa, 7 November 2023.

Fahrizal menjelaskan bahwa Lampung sebelumnya hanya memiliki satu Pahlawan Nasional, yaitu Raden Inten II. Oleh karena itu, Gubernur Arinal Djunaidi mengajukan usulan untuk menambah daftar Pahlawan Nasional Lampung KH Ahmad Hanafiah.

"Selama ini kita hanya memiliki satu Pahlawan Nasional yang diakui secara nasional. Alhamdulillah, dengan adanya penambahan ini, kita memiliki satu lagi," tambahnya.

Menurut Fahrizal, penyerahan gelar Pahlawan Nasional kepada ahli waris KH Ahmad Hanafiah akan dilakukan oleh Presiden Joko Widodo pada 10 November mendatang. Namun, hingga saat ini pihaknya masih menunggu keputusan resmi Presiden terkait hal ini. 

Sejak tahun 1987, Lampung hanya memiliki satu Pahlawan Nasional. Dengan disetujuinya usulan Gubernur Arinal Djunaidi, Lampung menambahkan Pahlawan Nasional kedua dalam sejarah provinsi ini.

"Alhamdulillah, setelah 36 tahun, kita baru bisa menambah lagi pahlawan nasional di era Pak Gubernur Arinal Djunaidi,"jelasnya.

Uusulan disampaikan oleh Gubernur Lampung kepada Kementerian Sosial pada bulan Maret 2023 lalu,  dan kesuksesan dalam mendapatkan persetujuan tersebut adalah hasil dari perjuangan Gubernur Arinal Djunaidi dalam mendapatkan pengakuan sebagai Pahlawan Nasional bagi KH Ahmad Hanafiah.

Pemberian gelar Pahlawan Nasional ini menjadi kabar baik untuk Provinsi Lampung dan bentuk penghormatan atas jasa-jasa KH Ahmad Hanafiah, yang akan diabadikan sebagai Pahlawan Nasional dari Lampung.

Lalu siapakah KH. Ahmad Hanafiah? Seberapa besar peran KH Ahmad Hanafiah dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia?

Dalam buku Biografi Perjuangan KH Ahmad Hanafiah Dalam Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia di Lampung 1945--1947 yang ditulis Prof. Wan Jamaluddin dan penulis lainnya yang terbit 2022 dapat menjawab pertanyaan di atas.

Dalam buku itu disebutkan Ahmad Hanafiah dikenal sebagai tokoh agama, pemimpin pergerakan, dan perlawanan fisik umat Islam di  Lampung. Namun, sosok tersebut diyakini memiliki  kemampuan unik, yaitu ilmu kebal dalam melawan penjajah Beland, seperti dikutip dari laman Lampost. 

Sosok kelahiran Kecamatan Sukadana, Lampung Timur, pada 1905 itu putra sulung KH. Muhammad Nur, pimpinan Pondok Pesantren Istishodiyah di Sukadana. Pesantren tersebut menjadi pondok pesantren pertama di Lampung. 

"Beliau ini keturunan penyiar Islam Ki Masputra yang diutus Sultan Banten Maulana Yusuf (1570-1580) ke Sukadana. Kakeknya KH. Abdul Halim pernah belajar di Mekkah abad ke-19, dan Ayahnya KH. Muh. Nur pernah belajar di Mekkah selama 10 tahun sejak masa kecilnya," tulis buku tersebut.

Buku itu menyebut, KH Ahmad Hanafiah sebagai ulama dan pejuang dari Sukadana yang berjasa mempertahankan kemerdekaan di Lampung (Sumatera bagian Selatan) pada 1945--1947.

"Pilihan untuk berjihad mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari cengkraman kolonialisme Belanda tak lepas dari latar sosiohistoris Hanafiah," kutip buku biografi tersebut.

Setelah belajar di Batavia (Jakarta), Malaysia dan Mekkah, ia menghasilkan dua karya penting yaitu Sirr al-Dahr (1934-1936) dan Al-Hujjah (1937). Karya pertamanya Sir al-Dahr menitikberatkan mengenai tafsir surat al-Ashr yang dihubungkan dengan kata Al-Dahr.


Lalu karya kedua membahas tentang aspek-aspek fiqih, seperti salat sunnah qalbiyyah sebelum khutbah Jumat, mengangkat tangan saat qunut, menyentuh mushaf bagi yang berhadas, dan hukum tabu-tabuhan dan peralatan musik yang terjadi di masyarakat Lampung.

Selain menulis dua kitab itu, Hanafiah pun aktif dalam pergerakan nasional. Ia tercatat sebagai Ketua Sarekat Islam (SI) di Kewedanan Sukadana (1937-1942).

Organisasi itu sebagai spektrum pergerakan nasional masa Hindia Belanda (1900-1942) menjadi wadah perjuangan umat Islam lintas daerah dan suku bangsa untuk mencapai kemerdekaan. Untuk itu, SI dianggap organisasi berbahaya dan setiap pergerakannya di berbagai daerah mendapat pengawasan dari pemerintah Hindia Belanda.

Organisasi lain dengan posisi sebagai pimpinan adalah Nahdatul Ulama (NU) dan Masyumi pada 1937-1942. Pada masa pendudukan militer Jepang, Hanafiah aktif sebagai anggota Sangikai Keresidenan Lampung (1943-1945).

Pada awal proklamasi kemerdekaan Indonesia, ketika dibentuk Komite Nasional Indonesia Daerah (KNID) di Keresidenan Lampung, Hanafiah berkiprah sebagai Ketua KNID di Kewedanan Sukadana.

Pada era itu, ia tercatat sebagai ketua Masyumi dan pimpinan Hisbullah Sukadana. Peran dan posisi tersebut memperkokoh semangat kebangsaan (nasionalisme) Hanafiah dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan di Lampung.

Terlebih, sejak Oktober 1945, Masyumi pusat menegaskan membela Tanah Air dari cengkeraman kekuasaan kolonial (Belanda) sebagai kewajiban bagi setiap umat Islam dan tindakan tersebut sebagai jihad.

Akhir Hidup KH Ahmad Hanafiah

Berlandaskan upaya menegakkan kemerdekaan dan semangat keagamaan (jihad), Hanafiah mengerahkan segenap jiwa dan raga memimpin laskar-laskar dari Lampung merebut Baturaja dari pendudukan pasukan Belanda pada Juli dan Agustus 1947, ketika Agresi Militer Belanda Pertama.

Pada serangan kedua (16-17 Agustus 1947), Ahmad Hanafiah dan ratusan laskar Lampung dikepung tentara Belanda. Setelah melakukan perlawanan sengit, Hanafiah ditangkap dan dieksekusi mati oleh Belanda di Baturaja dengan cara ditenggelamkan ke dalam Sungai Ogan. Sehingga jasadnya tidak dapat ditemukan para pejuang dan masyarakat setempat.

Untuk itu, tidak ada makam untuk sang ulama dan pejuang yang sangat heroik tersebut. KH. Ahmad Hanafiah mengakhiri hayatnya di jalah Allah demi untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

 (Red)

Post A Comment: