Bandarlampung (Pikiran Lampung
) --Dinas Pendidikan Kota Bandarlampung terkesan tutup mata setelah terungkapnya dugaan pungutan liar (Pungli) dengan modus jual beli buku LKS di SDN 2 Harapan Jaya Sukarame yang membebani wali murid.

"Aneh, Disdik Kota Bandarlampung diam setelah terungkapnya praktek pungli jual beli buku LKS di SDN 2 Harapan Jaya,  mungkin sudah ada kerjasama untuk mengotak ngatik penggunaan dana BOS disekolah," kata Wati sebut saja salah satu wali murid yang namanya disamarkan.

Ia menyatakan sebelumnya dirinya dipanggil sekolah untuk dimintai keterangan terkait dugaan jual beli buku LKS, ketika itu tim Disdik Kota Bandarlampung menemukan bukti buku LKS yang diperjual-beli pihak sekolah dari salah satu siswa.

"Kami wali murid dikumpulkan karena dipanggil tim pemeriksa Disdik Kota Bandarlampung yang menemukan barang bukti buku LKS yang diperjual belikan pihak sekolah, kami mengaku terpaksa beli buku LKS yang telah disediakan pihak sekolah," ungkapnya.

Terungkapnya praktek pungli jual beli buku LKS menjadi perbincangan wali murid. Ada upaya pihak sekolah ingin mencuci tangan dalam permasalahan pungli jual beli LKS dengan cara meminta wali murid untuk membuat pernyataan tidak dipaksakan untuk membeli buku LKS.

"Setelah ditemukan adanya bukti praktik pungli jual-beli buku LKS , kami disuruh membuat surat pernyataan tidak dipaksakan untuk beli buku LKS yang telah di siapkan kepala sekolah," kata wali nurid.

Seperti diberitakan sebelumnya, kepala SD Negeri 2 Harapan Jaya Korpri, Kecamatan Sukarame diduga melakukan Pungutan Liar (Pungli).

Bentuknya, pembelian seragam sekolah, buku LKS dan iuran siswa yang terkesan dipaksakan. Juga ada indikasi menguapnya ketidaktransparanan penggunaan Dana BOS yang terindikasi syarat akan penyimpangan.

“Kami heran kenapa harga seragam sekolah dasar negeri sampai Rp600.000 itu sangat mahal dan memberatkan wali murid, belum lagi anak SD sudah pakai LKS dan disuruh beli seharga Rp100.000. Apakah sekolahan tidak mempunyai buku bahan ajar untuk gurunya dan siswa. Ditambah lagi iuran lainnya,” kata wali murid yang enggan disebut namanya.

Sementara itu, salah satu sumber yang ingin dirahasiakan identitasnya mengatakan jika pembelian buku LKS yang di jual sekolah atas perintah Kepsek SDN 2 Harapan Jaya dan untuk penggunaan anggaran dan pembelanjaan Dana BOS Kepsek tidak transparan.

“Siswa beli buku LKS melalui gurunya dan Kepsek minta jangan sampai ada yang tau penjualan itu atas arahannya,” ujarnya.

Kalau soal buku cetak, lanjutnya. “Sepengatahuan saya belum memadai buku cetaknya, apalagi buku cetak kurikulum merdeka terbaru sepertinya belum ada. Ya kalau Dana BOS disini kurang transparan penggunaannya,” jelasnya.

Tak sampai di situ saja, selain terindikasi syarat penyimpangan penggunaan Dana BOS. Ternyata jiwa wirausaha melekat kepada Kepsek SD Negeri 2 Harapan Jaya dengan turut cari cuan (uang) tambahan melalui berdagang menjual es krim dan air mineral namun melarang pedagang luar untuk berjualan selain dirinya.

Kepala SDN 2 Harapan Jaya, Henny Ermalinda menyanggah isu miring yang menyeret namanya dalam pemberitaan sejumlah media. Henny dengan tegas menyatakan kalau isu-isu di media itu tidaklah benar.

“Apapun isu menyangkut nama saya dan sekolah ini di pemberitaan itu tidak benar. Maka, saya akan klarifikasi-kan kepada abang-abang (wartawan),” ujar Henny yang kebetulan di sekolah tersebut tengah digelar lomba dalam rangka peringatan HUT ke-79 Kemerdekaan RI, Sabtu, 17 Agustus 2024. 

Dinas  Pendidikan (Disdik) Kota Bandar Lampung melalui Mulyadi selaku Kepala Bidang Pendidikan Dasar (Dikdas) mengatakan pihaknya akan menindak lanjuti informasi tersebut dengan memanggil Kepala Sekolah SD Negeri 2 Harapan Jaya dan menurunkan tim untuk mengcroscek kebenarannya.

“Informasi itu akan kami tindak lanjuti. Persoalan pembelian seragam sekolah itu sebelumnya sudah kami himbau ke seluruh Kepala Sekolah. Kami akan memanggil Kepala Sekolah SD Negeri 2 Harapan Jaya dan menurunkan tim guna mengcroscek apakah ada unsur paksaan atau tidak dalam pembelian seragam itu, karena tidak boleh siswa dipaksa beli seragam apalagi kalo seragam itu ada dijual juga di pasaran,” ungkapnya.

Mulyadi menjelaskan, kalau seragam yang identik dengan sekolahannya seperti batik dan lainnya. Sekolahan harusnya menjual melalui koperasi dan itu juga tanpa paksaan serta harganya pun seharusnya tidak setinggi sampai Rp600 ribu itu.

Terkait pembelian buku LKS dan iuran, Mulyadi mengatakan jika buku LKS tidak wajib serta penjualannya tidak boleh dilakukan, karena sudah ada buku kurikulum yang sudah di cover oleh Dana BOS dan soal iuran pihaknya menghimbau agar sekolah tidak melalukan penarikan tersebut kecuali atas inisiatif siswa sendiri.

“Buku LKS itu sebenarnya tidak wajib dan tidak boleh, sudah ada buku kurikulum sebagai bahan ajar yang di cover oleh dana BOS. Kalau iurannya dari siswa sendiri seperti nilainya Rp.2.000 – 3.000 dan digunakan untuk mempercantik kelas supaya nyaman belajar ya itu haknya wali murid. Tetapi kita tidak menyarankan jika pihak sekolah yang menariknya apalagi sampai mewajibkannya,” ungkapnya.

Disinggung soal Dana BOS yang kurang transparan di SD Negeri 2 Harapan Jaya, ia mengatakan jika Kepala Sekolah dalam penggunaannya harus tranparan dan guru juga berhak tau penggunaanya.

“Jadi besaran dana BOS itu dihitung dari jumlah siswa dengan bantuan dari pusat sebesar Rp.900.000 persiswa dikali jumlah siswa di sekolah tersebut dan itupun di bagi 2 tahap pencairannya dalam setahun,” katanya.

Sehingga, Kepala Sekolah harus transparan dalam penggunaan dana BOS dan itu di sampaikan dalam rapat tahunan Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS) kepada guru-guru dan seperti yang kami sampaikan tadi kami terlebih dahulu mengcroscek dan memanggil Kepala Sekolah untuk mengetahui kebenaran dari informasi tersebut, agar kami dapat mengambil langkah tindak lanjutnya yang tepat. (Gdn)

Post A Comment: