Pringsewu (Pikiran Lampung
) – Ketua Koordinator Jurnalis Polda Lampung, Yudhi Hasyim, mengingatkan Kapolres Pringsewu untuk berhati-hati dalam mengeluarkan kebijakan yang dapat berpotensi menimbulkan konflik dan kegaduhan, khususnya terkait hubungan antara Polres dan jurnalis. Pernyataan ini dikeluarkan setelah munculnya surat imbauan dari pihak sekolah yang bekerja sama dengan Polres Pringsewu untuk membatasi ruang gerak jurnalis dalam meliput berbagai masalah internal sekolah.

Surat imbauan tersebut dinilai oleh sebagian pihak sebagai upaya pembatasan kebebasan pers dalam menjalankan fungsi jurnalistik di sekolah. Walaupun bertujuan baik, Yudhi menilai kebijakan ini bisa membawa dampak negatif, yang dapat dianggap sebagai upaya menghalangi kebebasan pers di wilayah tersebut.

Menurut Yudhi, kebijakan semacam ini seharusnya diambil melalui musyawarah antara Aparat Penegak Hukum (APH), pemerintah, dan perwakilan organisasi pers di Kabupaten Pringsewu. Dengan adanya dialog dan kesepakatan bersama, Yudhi meyakini bahwa keputusan yang diambil akan lebih bisa diterima oleh semua pihak. "Kebijakan yang tidak melalui musyawarah dapat menimbulkan asumsi liar yang justru bisa memperburuk keadaan. Hal ini dapat menciptakan kegaduhan yang berujung pada 'perang dingin' antara jurnalis dan pihak sekolah," ungkap Yudhi.

Yudhi menekankan, penting untuk diingat bahwa tidak semua perilaku oknum harus digeneralisasi sehingga menimbulkan keputusan yang mengarah pada pembatasan ruang gerak jurnalistik. "Tidak seharusnya kesalahan yang mungkin dilakukan oleh oknum tertentu dijadikan dasar untuk membatasi kerja jurnalis. Pers memiliki peran penting sebagai pilar keempat dalam demokrasi," tegasnya.

Kebebasan pers di Indonesia dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. UU tersebut menegaskan bahwa kebebasan pers merupakan bagian dari kedaulatan rakyat yang harus dihormati, dan pemerintah atau pihak swasta tidak berhak mengintervensi media dalam menjalankan tugasnya.

Undang-Undang Pers dan Poin Pentingnya dalam Melindungi Kebebasan Jurnalistik

Dalam UU Nomor 40 Tahun 1999, terdapat beberapa poin utama yang bertujuan melindungi kebebasan pers dan mendukung fungsi pers dalam memberikan informasi kepada masyarakat secara akurat, bertanggung jawab, dan profesional.

1. Kemerdekaan Pers: UU ini menjamin kebebasan pers dalam mencari, memperoleh, dan menyampaikan informasi tanpa campur tangan pihak mana pun, baik dari pemerintah maupun swasta. Hal ini dimaksudkan agar media dapat bekerja secara independen dan menyajikan informasi yang objektif kepada masyarakat.

2. Fungsi, Hak, Kewajiban, dan Peran Pers: UU mengatur bahwa pers memiliki fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial. Dalam menjalankan fungsinya, pers diwajibkan menyajikan berita yang akurat, berimbang, dan tidak memiliki itikad buruk. Pers juga memiliki hak untuk melindungi identitas sumber berita, yang memberikan informasi secara rahasia, sebagai bentuk perlindungan terhadap narasumber.

3. Tanggung Jawab Pers: Dalam UU Pers juga dijelaskan bahwa pers bertanggung jawab untuk tidak menyebarkan informasi yang tidak akurat. Apabila terjadi kesalahan pemberitaan, pers wajib melakukan koreksi untuk menjaga kepercayaan publik. Tanggung jawab ini diharapkan agar media senantiasa mengutamakan kepentingan publik serta melindungi hak-hak masyarakat.

4. Dewan Pers: Untuk mengawasi dan melindungi kemerdekaan pers, Dewan Pers dibentuk sebagai lembaga independen. Dewan Pers memiliki tugas mengawasi etika jurnalistik dan memberikan rekomendasi dalam penyelesaian sengketa pers. Selain itu, Dewan Pers juga berperan dalam pengembangan kualitas pers di Indonesia.

5. Sanksi terhadap Pelanggaran: UU Pers mengatur sanksi terhadap media atau jurnalis yang melakukan pelanggaran, termasuk sanksi pencabutan izin penerbitan hingga tuntutan hukum. Ini menjadi bentuk pengawasan terhadap pers agar tetap menjalankan tugasnya secara profesional dan sesuai dengan kode etik jurnalistik


Dengan adanya UU Pers, diharapkan media massa di Indonesia dapat bekerja secara bebas namun tetap bertanggung jawab. Kebijakan yang dibuat tanpa melalui diskusi dengan berbagai pihak dapat berpotensi mengabaikan prinsip kebebasan pers yang diatur dalam UU ini.

Dampak Pembatasan Terhadap Pers dan Kebebasan Berpendapat

Dalam pernyataannya, Yudhi juga mengingatkan bahwa kebijakan yang membatasi ruang gerak jurnalis di sekolah bisa berdampak negatif, terutama bagi masyarakat. "Ketika akses informasi dibatasi, masyarakat tidak akan mendapatkan informasi yang transparan dan akurat terkait situasi di lapangan," ujarnya. Hal ini tentu bertentangan dengan fungsi pers sebagai pilar keempat demokrasi yang memiliki peran penting dalam memberikan informasi kepada publik.

Lebih lanjut, Yudhi menekankan pentingnya menjaga hubungan baik antara jurnalis, pemerintah, dan institusi lainnya, terutama menjelang pilkada. "Kita semua berharap agar suasana damai dan kondusif tetap terjaga. Hindari kebijakan yang berpotensi menimbulkan kegaduhan," tambah Yudhi.

Menurut Yudhi, ketegangan antara pihak sekolah dan jurnalis akan berpotensi menghambat kerja jurnalistik. "Mari kita hindari potensi konflik dan ciptakan suasana damai, terutama menjelang Pilkada. Komunikasi yang baik antara jurnalis dan pemerintah harus selalu dijaga demi terciptanya iklim demokrasi yang sehat," jelasnya.

Sebagai penutup, Yudhi kembali mengingatkan agar semua pihak tidak menyamaratakan perilaku beberapa oknum dengan institusi pers secara keseluruhan. "Setiap jurnalis memiliki kode etik yang harus diikuti, dan mereka juga terikat dengan hukum serta etika jurnalistik. Mari kita jaga keharmonisan ini demi kepentingan bersama," pungkas Yudhi.

Dengan adanya Undang-Undang Pers yang jelas, serta pengawasan dari Dewan Pers, diharapkan bahwa setiap kebijakan yang menyangkut kebebasan pers harus mengutamakan transparansi dan keseimbangan, demi terciptanya kehidupan berdemokrasi yang sehat dan kondusif.
 (CEO) 

Post A Comment: