Advertisement
Jakarta - Pengacara kondang, Muannas Alaidid mempertanyakan peran Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Dalam kasus dugaan korupsi oplosan Bahan Bakar Minyak (BBM) di Pertamina.
“Kemana Ahok?” kata Muannas dikutip dari unggahannya di X, Kamis (27/2/2025).
Muannas mengatakan Ahok selama ini merasa paling anti korupsi. Namun menurutnya, mantan Gubernur DKI Jakarta itu pernah menjabat di periode yang sama ketika korupsi dilakukan.
Kejaksaan Agung sebelumnya menyebut oplosan itu dilakukan mulai 2018-2023. Sementara Ahok diketahui menjabat Komisaris Utama (Komut)Pertamina antara 2019-2024. “Merasa paling anti korupsi masa enggak pernah tau di masanya ada korupsi gila-gilaan dengan nilai begitu fantastis dari 2018 s.d 2023 hampir 200 T padahal dia komutnya,” ujar Muannas.
Di sisi lain, Muannas mengungkit rekam jejak Ahok saat jabat orang nomor satu di Jakarta. Saat itu, ada korupsi Rp4 triliun yang membuat kader PDIP itu ngamuk. “Korupsi UPS di Pemprov DKI hanya 4 T aja dia 'ngamuk' langsung buat laporan sendiri ke KPK,” jelasnya.
Muannas pun menanyakan, kemana uang hasil korupsi oplosan tersebut bermuara. “Pertanyaan lari kemana uang-uang itu?” imbuhya.
Sebelumnya Kejaksaan Agung mengatakan praktik blending atau oplosan bahan bakar minyak RON 90 menjadi RON 92 dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) terjadi pada tahun 2018–2023.
Hal tersebut disampaikan Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Harli Siregar untuk merespons adanya isu masih adanya bahan bakar minyak (BBM) oplosan yang beredar di masyarakat.
"Terkait adanya isu oplosan, blending, dan lain sebagainya, untuk penegasan, saya sampaikan bahwa penyidikan perkara ini dilakukan dalam tempus waktu 2018 sampai 2023. Artinya, ini sudah dua tahun yang lalu,” kata Harli di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu.
Ia mengatakan fakta hukum kasus ini adalah dalam kurun waktu 2018–2023, PT Pertamina Patra Niaga melakukan pembayaran untuk BBM berjenis RON 92, padahal sebenarnya membeli BBM berjenis RON 90 atau lebih rendah, yang kemudian dilakukan blending di storage atau depo untuk diubah menjadi RON 92.
Artinya, barang yang datang tidak sesuai dengan harga yang dibayar.
"Fakta hukumnya, kasus ini pada tahun 2018–2023 dan ini sudah selesai. Minyak ini barang habis pakai. Tempus 2018–2023 ini juga sedang kami kaji. Apakah pada 2018 terus berlangsung sampai 2023 atau misalnya sampai tahun berapa dia", ujarnya.(*)