Advertisement
Bandar Lampung (Pikiran Lampung) - Bahasa daerah yang semakin terpinggirkan dimasyarakat saat ini menjadi sebuah keprhatinan bersama. Mengangkat isu kepunahan bahasa daerah melalui layar lebar, Genia Visinema merilis film berbahasa Lampung berjudul Rindu Arini.
Film ini menjadi salah satu bentuk kepedulian terhadap budaya lokal yang kian tergerus modernisasi, sekaligus menghadirkan kisah inspiratif tentang perjuangan dan impian. Disutradarai oleh Rizqon Agustia Fahsa, Rindu Arini menawarkan pengalaman sinematik yang berbeda. Separuh dialog dalam film ini menggunakan bahasa Lampung.
Menurut Rizqon Agustia Fahsa di Bandar Lampung, kamis (07/02/2025), film berdurasi 120 menit ini bertujuan tidak hanya sebagai hiburan, tetapi juga sebagai sarana edukasi dan apresiasi terhadap warisan budaya Lampung.
Rizqon lebih lanjut membeberkan bahwa film ini mengisahkan perjalanan seorang gadis bernama Arini (10 tahun) yang merindukan kedua orang tuanya yang telah lama merantau ke Jakarta. Didorong oleh kerinduan yang mendalam, Arini berusaha mengumpulkan uang untuk ongkos perjalanan ke ibu kota. Dalam upayanya menabung, ia membantu Abah Musa (60 tahun), seorang penjual soto legendaris, berkeliling kampung. Abah Musa juga memiliki kisah hidup yang penuh makna.
"Melalui perjuangan Arini, film ini menampilkan berbagai aspek kehidupan masyarakat Lampung, mulai dari semangat gotong royong, kerja keras, hingga nilai-nilai kekeluargaan yang masih kental dalam budaya setempat," terang Rizqon.
Kisah dalam Rindu Arini, lanjut sang sutradara yang bermukim di Pesawaran, sangat menyentuh. Ia berharap film ini dapat menginspirasi banyak orang untuk lebih menghargai bahasa daerah dan tradisi leluhur.
Film ini dibintangi oleh aktor dan aktris berbakat, di antaranya Humaidi Abas sebagai pemeran utama pria (Abah Musa) dan Adzkia Ayuandira sebagai Arini. Keduanya membawakan karakter mereka dengan penuh emosi dan kedalaman, sehingga memperkuat pesan yang ingin disampaikan oleh film ini.
Selain itu, Rindu Arini mendapat dukungan dari berbagai pihak, di antaranya Deddy Sulaimawan, Parles, Gilang Robbani, Ulil Amri MB, serta sejumlah tokoh lain yang turut berkontribusi dalam suksesnya produksi film ini.
"Dukungan mereka menunjukkan bahwa pelestarian bahasa daerah bukan hanya tanggung jawab satu pihak, tetapi merupakan usaha kolektif yang membutuhkan perhatian luas," tandas Rizqon, sutradara yang berkomitmen mengangkat persoalan lokalitas.
Dalam beberapa dekade terakhir, imbuh Rizqon, banyak bahasa daerah di Indonesia mengalami penurunan jumlah penutur akibat pengaruh globalisasi dan modernisasi. "Film Rindu Arini hadir sebagai bentuk kepedulian terhadap fenomena ini, dengan harapan dapat membangkitkan kembali rasa bangga terhadap bahasa dan budaya daerah, khususnya bahasa Lampung," jelasnya.
Film ini dijadwalkan tayang dalam waktu dekat di berbagai bioskop dan platform pemutaran film. Diharapkan, kehadiran Rindu Arini dapat menjadi momentum bagi masyarakat untuk lebih aktif dalam melestarikan bahasa ibu mereka.(*)