lisensi

Rabu, 12 Maret 2025, Maret 12, 2025 WIB
Last Updated 2025-03-13T05:31:48Z
PendidikanUBL 13/03/2025

Cerita Staf Peneliti PSMO UBL, Jalani Ramadhan Pertama Kalinya di Rusia

Advertisement


Rusia (Pikiran Lampung)
– Ramadhan di Rusia menjadi pengalaman unik bagi umat Muslim yang menjalankan ibadah puasa di tengah tantangan durasi panjang dan cuaca dingin. Dengan wilayah yang membentang luas, lama berpuasa di Rusia sangat bervariasi. Di Moskow, umat Muslim berpuasa sekitar 17 hingga 18 jam, sementara di wilayah utara seperti Murmansk, durasinya bisa lebih dari 20 jam sehari.


Salah satu pengalaman menarik datang dari Dandi Efendi, Staf Peneliti di Pusat Studi Mekatronika dan Otomatisasi (PSMO) Universitas Bandar Lampung (UBL), yang sedang menempuh pendidikan Magister (S2) Mekatronika dan Robotika di Ural Federal University, Rusia bersama lham Miranto dan Putra Saheri dari Lab Teknik Mesin UBL. Saat ini, Dandi tengah mengikuti kelas persiapan di Tyumen Industrial University di Kota Tyumen. Tahun ini menjadi pengalaman pertamanya menjalani Ramadhan di Rusia, yang ia jalani dengan penuh tantangan dan adaptasi.


"Di sini bukan mayoritas Islam, jadi tidak ada perayaan khusus saat Ramadhan seperti di Indonesia," ujar Dandi saat dihubungi via WhatsApp (Rabu, 12/03/2025). Namun, ia menekankan bahwa masyarakat Rusia sangat menghargai keberagaman dan memiliki toleransi beragama yang tinggi. "Katanya orang Rusia cuek dan jutek, tapi kenyataannya mereka sangat ramah dan mengedepankan toleransi," tambahnya.


Selain perbedaan budaya, cuaca dingin juga menjadi tantangan besar. "Meskipun sekarang sudah masuk musim semi, suhu masih bisa mencapai -30 derajat Celsius, dan salju masih ada di mana-mana. Bedanya dengan musim dingin hanya langit yang lebih cerah dan durasi siang yang lebih panjang," jelasnya. Dandi juga mencatat bahwa perbedaan waktu dengan Indonesia cukup signifikan, di mana waktu berbuka di Rusia bisa lebih awal sekitar dua jam dibandingkan Indonesia.


Tantangan lainnya adalah ketersediaan makanan khas Indonesia. "Yang paling saya rindukan tentu saja makanan Indonesia, terutama olahan tempe. Di sini harganya sangat mahal. Untungnya, saya membawa ragi tempe dari Indonesia dan berhasil membuat tempe sendiri," ungkapnya dengan antusias. Untuk sahur dan berbuka, Dandi lebih sering memasak sendiri karena pilihan makanan halal terbatas, meskipun ada restoran Uzbekistan yang menyediakan makanan halal.


Akses ke masjid juga menjadi kendala. "Masjid di Rusia jumlahnya sedikit dan jaraknya jauh, jadi saya lebih sering shalat lima waktu dan tarawih di rumah," katanya. Meskipun demikian, Dandi tetap bersyukur bisa menjalani ibadah dengan baik dan mendapatkan pengalaman berharga selama Ramadhan di negeri orang.


Sebagai penerima beasiswa dari Pemerintah Rusia, Dandi juga mengajak rekan-rekan mahasiswa Indonesia untuk tidak ragu melanjutkan studi ke Rusia. "Biaya hidup di Rusia sangat murah, masyarakatnya ramah, dan toleransi beragama cukup tinggi. Jadi, jangan takut untuk kuliah di Rusia," pungkasnya.


Ramadhan di Rusia, meskipun penuh dengan tantangan, tetap menjadi momen yang penuh makna. Dukungan komunitas Muslim, semangat berbagi, serta keteguhan dalam menjalankan ibadah membuat bulan suci ini menjadi pengalaman yang berharga bagi para perantau seperti Dendi dan umat Muslim di sana. (*)