Articles by "Cagub Lampung"
Tampilkan postingan dengan label Cagub Lampung. Tampilkan semua postingan


Bandarlampung (Pikiran Lampung)
- Usai keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan partai politik (parpol) tidak perlu berkoalisi untuk mengajukan calon di Pilkada serentak 2024 pada tanggal 27 November mendatang, peta politik di Provinsi Lampung langsung berubah 180 derajat. Bahkan secara nasional juga ikut bergeser. 

Salah satu partai yang diuntungkan dengan Keputusan MK Ini adalah PDIP. Di Provinsi  Lampung, salah satu cagub kuat yang bakal diusung pada Pilgub 2024 ini adalah Umar Ahmad. 

Dari informasi yang diperoleh Pikiran Lampung dari lingkungan partai PDIP Lampung menyebutkan jika Umar akan disandingkan dengan Tokoh NU Lampung Sujadi. Yang juga mantan Bupati Pringsewu dua periode.

Namun Umar Ajmad ketika dihubungi belum menanggapi Hal tersebut. Namun, melalui salah satu orang terdekatnya  mengatakan bahwa Umar Ahmad siap berlayar di Pilkada Lampung.

"Saat ini beliau sedang ke Jakarta untuk mengurus pencalonannya sebagai Calon Gubernur Lampung," ujar sumber yang enggan namanya ditulis ini pada  Harian Pikiran Lampung, Selasa (20/08/2024).

Ia menjelaskan, para relawan Umar Ahmad pun telah kembali bangkit untuk memenangkan jagoannya di Pilkada serentak 27 November mendatang.

"Para simpul-simpul relawan U/A mulai kembali bergerak untuk memenangkan Umar Ahmad sebagai Gubernur Lampung," pungkasnya.

Sementara, salah seorang relawan Umar Ahmad, Mirwansaah yang tergabung dalam Yusantri For U/A mengaku senang idolanya bisa berpeluang maju menjadi calon Gubernur Lampung.

"Kami akan kembali bergerak demi kemenangan Bang Umar di Pilgub Lampung," katanya.

Untuk diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian gugatan yang diajukan Partai Buruh dan Partai Gelora terhadap UU Pilkada. MK menyatakan partai atau gabungan partai politik peserta Pemilu bisa mengajukan calon kepala daerah meski tidak punya kursi DPRD.

Putusan terhadap perkara nomor 60/PUU-XXII/2024 yang diajukan Partai Buruh dan Partai Gelora itu dibacakan dalam sidang di gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (20/8). Dalam pertimbangannya, MK menyatakan Pasal 40 ayat (3) UU Pilkada inkonstitusional.

MK mengatakan esensi pasal tersebut sama dengan penjelasan Pasal 59 ayat (1) UU 32/2004 yang telah dinyatakan inkonstitusional oleh MK sebelumnya. MK mengatakan pembentuk UU malah memasukkan lagi norma yang telah dinyatakan inkonstitusional dalam pasal UU Pilkada.

MK kemudian menyebut inkonstitusionalitas Pasal 40 ayat (3) UU Pilkada itu berdampak pada pasal lain, yakni Pasal 40 ayat (1). MK pun mengubah pasal tersebut.

Adapun isi pasal 40 ayat (1) UU Pilkada sebelum diubah ialah:

Partai Politik atau gabungan Partai Politik dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau 25% (dua puluh lima persen) dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah di daerah yang bersangkutan.

MK pun mengabulkan sebagian gugatan. Berikut amar putusan MK yang mengubah isi pasal 40 ayat (1) UU Pilkada:

Partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan sebagai berikut:

Untuk mengusulkan calon gubernur dan calon wakil gubernur:

a. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai dengan 2 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 10% di provinsi tersebut

b. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 2 juta jiwa sampai 6 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 8,5% di provinsi tersebut

c. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 6 juta jiwa sampai 12 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 7,5% di kabupaten/kota tersebut

d. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 1 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 6,5% di kabupaten/kota tersebut. (red)