Bandar Lampung (Pikiran Lampung) - Dugaan penegakan hukum yang bernuansa gratifikasi dengan bertujuan lepas dari jeratan sanksi penjara khususnya jika menyangkut keluarga pejabat kembali terjadi di negara ini.
Kali ini di kejadian tersebut terjadi Provinsi Lampung. Tidak tanggung-tanggung, kejahatan tersebut terjadi pada tes CPNS di lingkungan Kejaksaan RI pada tanggal 2 Desember 2023 lalu yang diwarnai dengan adanya peserta tes yang menggunakan peran pengganti alias joki.
Melalui sistem deteksi yang digunakan berhasil menangkap tangan seorang wanita bernama Ratna Devinta Salsabila selaku aktor perjokian yang akhirnya menjadi terdakwa di Pengadilan Negeri (PN) Kelas 1A, Tanjungkarang, Bandar Lampung.
Yang mencengangkan publik, joki yang notabene seorang mahasiswi bernama Ratna Devita Salsabila itu ternyata anak kandung seorang pejabat tinggi daerah yang menjabat sebagai Kepala Dinas di lingkungan Pemerintah Provinsi Lampung.
Meski statusnya sebagai terdakwa, mulai dari tertangkap tangan hingga sidang di PN yang kerap ditunda-tunda, Ratna Devita Salsabila tidak pernah ditahan, dengan alasan yang bersangkutan sedang mengikuti kegiatan di kampus tempatnya kuliah.
Alasan tersebut dianggap janggal, dikarenakan setiap kampus ada ketentuan jika mahasiswa yang terlibat hukum dapat dikenakan sanksi akademik, seperti Skorsing, pemutusan studi, pencabutan gelar akademik dan pembatalan ujian.
Parahnya lagi, dalam sidang di PN Tanjung Karang yang bersangkutan dituntun hukuman penjara 1 tahun oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Tuntutan tersebut tentu saja menggambarkan vonis dari hakim bakal lebih rendah.
Alhasil bisa ditebak, setelah proses yang berlarut hingga hampir satu tahun, pada sidang vonis Kamis 25 Oktober 2024 kemarin Majelis hakim yang menyidangkan perkara tersebut diantaranya Lingga Setiawan selaku Ketua Majelis Hakim dan Samsumar Hidayat serta Fajri selaku hakim anggota sepakat membebaskan terdakwa Ratna Devinta Salsabila dari tuntutan jaksa untuk dilakukan penahanan selama satu tahun.
Fenomena tumpulnya penegakan hukum yang melibatkan anak pejabat tersebut mendapat reaksi keras dari aktivis di Provinsi Lampung. Melalui pernyataan sikap Konsorsium Masyarakat Anti Korupsi (KOMAK) Lampung menyebutkan dampak dari tindak kejahatan perjokian CPNS melahirkan SDM yang buruk pada instusi khususnya kejaksaan dengan rentang waktu yang sangat panjang hingga pensiun.
"Padahal sudah jelas kejahatan yang dilakukan tertangkap tangan bukan delik aduan, tapi lagi-lagi kalau sudah menyangkut pejabat hukum mudah dimainkan" ucap Ketua KOMAK Lampung, Ichwan, baru-baru ini.
Dalam pernyataan tersebut, Ichwan meminta Presiden RI, Prabowo Subianto untuk mengevaluasi kinerja aparat penegak hukum dan para pejabat tinggi daerah di Pemprov Lampung yang dianggap kerap menunjukan ketidakadilan dalam hal penegakan hukum.
"Bayangkan jika tindak kejahatan itu dilakukan orang miskin yang tidak mampu menyuap aparat penegak hukum, sudah pasti vonis yang diterima tinggi, alasan apapun tidak akan diterima justru akan memberatkan" tandasnya.(*)